Kamis, 28 March 2024
  • (0473) 21001
  • dp2pa@luwuutarakab.go.id

UPAYA PERLINDUNGAN HAK ANAK MELALUI UU SPPA • Dipublikasikan Pada : Minggu, 12 Agustus 2018

UPAYA PERLINDUNGAN HAK ANAK MELALUI UU SPPA •	Dipublikasikan Pada : Minggu, 12 Agustus 2018 UPAYA PERLINDUNGAN HAK ANAK MELALUI UU SPPA • Dipublikasikan Pada : Minggu, 12 Agustus 2018

 KEMENTERIAN
PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK
REPUBLIK INDONESIA

 

PRESS RELEASE

 

UPAYA PERLINDUNGAN HAK ANAK MELALUI UU SPPA


Siaran Pers Nomor: B-137/Set/Rokum/MP 01/08/2018


Jakarta (10/8) – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mendorong seluruh aparat penengak hukum untuk menggunakan UU NO. 11 TAHUN 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak ( UU SPPA) dalam proses hukum pada anak. Proses peradilannya tidak hanya dimaknai sekedar penanganan anak yang berhadapan dengan hukum semata, namun juga harus mencakup akar permasalahan anak yang melakukan tindak pidana.

 

UU SPPA merupakan pengganti dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dengan tujuan agar dapat mewujudkan peradilan yang benar-benar menjamin perlindungan kepentingan terbaik terhadap anak yang berhadapan dengan hukum. Adapun substansi yang diatur dalam UU SPPA antara lain mengenai penempatan anak yang menjalani proses peradilan dapat ditempatkan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) serta pengaturan secara tegas mengenai Keadilan Restoratif dan Diversi.

 

Diversi dalam UU SPPA adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dalam proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan. Diversi dilaksanakan pada tingkat penyidikan penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan melalui musyawarah dengan melibatkan seluruh kompenen yang terlibat dalam proses hukum tersebut. Tujuan dari diversi tersebut antara lain; Mencapai perdamaian anak di luar proses peradilan; Menyelesaikan perkaran anak di luar proses peradilan; Menghindarkan anak dari perampasan kemerdekaan; Mendorong masyarakat untuk partisipasi; Menanamkan rasa tanggung jawab kepada anak; Perlindungan anak berhadapan dengan hukum tercantum dalam UU.
 
“Anak yang berkonflik dengan hukum sebenarnya merupakan korban dari apa yang dilihat didengar dan dirasakan serta pengaruh lingkungan disekitar mereka. Banyak faktor yang melatarbelakangi anak yang melakukan tindak pidana diantaranya, pendidikan, usia, pergaulan anak dan lingkungan keluarga. Harapannya dengan adanya UU SPPA ini dapat menjadi landasan bagi para aparat penegak hukum dalam memproses peradilan anak yang berkonflik dengan hukum,” ujar Hasan, Asisten Deputi Perlindungan Anak Berhadapan dengan Hukum dalam kegiatan Media Talk Kemen PPPA (10/8).

Kemen PPPA telah melakukan sejumlah upaya dalam penerapan sistem peradilan pidana anak diantaranya; Mengoordinasikan kementerian/lembaga dalam pelaksanaan sistem peradilan pidana anak; Memfasilitasi peningkatan kapasitas aparat penegak hukum dalam pelaksanaan sistem peradilan anak; Penyadaran hukum masyarakat untuk mencegah agar tidak terjadi anak berkonflik dengan hukum; Sosialisasi peraturan perundangan tentang UU nomor 17 tahun 2016 tentang UU Kebiri dan PP Nomor 43 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Restitusi bagi anak Korban Tindak Pidana.

 

“Kami akan terus mensosialiasikan amanat dalam UU SPPA yang diantaranya adalah pencegahan agar anak tidak berhadapan dengan hukum, pemantauan pelaksanaan rehabiliasi medis & sosial dan reintegrasi sosial pada anak yang berhadapan dengan hukum. Saya berharap sistem peradilan pidana anak dapat diimplementasikan dalam penanganan anak yang berhadapan dengan hukum, dan media dapat mensosialisasikan dan menyampaikan informasi kepada pihak terkait dan masyarakat terkait pelaksanaannya,” tutup Hasan

 

PUBLIKASI DAN MEDIA KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN  PEREMPUAN
DAN PERLINDUNGAN ANAK
Telp.& Fax (021) 3448510,
e-mail : publikasi@kemenpppa.go.id